get app
inews
Aa Text
Read Next : Longsor Parah di Kerinci Jambi, Lebih dari 5.000 Warga di 4 Desa Terisolasi

Sepak Terjang Sultan Thaha Saifuddin, Pahlawan Nasional Jambi dalam Melawan Belanda

Rabu, 10 November 2021 - 17:01:00 WIB
Sepak Terjang Sultan Thaha Saifuddin, Pahlawan Nasional Jambi dalam Melawan Belanda
Pahlawan nasional Sultan Thaha Saifuddin diapit dua Harimau Sumatera yang merupakan tunggangannya. (Foto: MPI/Azhari Sultan)

Kepada para panglima di masing-masing wilayah diamanatkan untuk memobilisasi kekuatan rakyat, meningkatkan pertahanan di wilayah masing-masing dan melakukan sabotase atau penyerangan tiba-tiba pada pos-pos atau patrol Belanda tanpa menunggu komando Sultan. Bahkan aplikasi dari kewenangan itu, Raden Anom berhasil merebut beberapa pucuk senjata di Balai Pertemuan dan beberapa pos Belanda di Jambi (April 1895). Serangan mendadak juga terjadi di Sarolangun Rawas (Februari 1890) dibawah pimpinan H Kedemang Rantau Panjang dibantu beberapa Hulubalang. Belanda sangat cerkejut oleh serangan tiba-tiba seperti itu, apalagi didukung oleh peralatan yang cukup modern.

Tak heran bila Sultan melakukan pembagian wilayah penyerangan dan penyerangan secara mobil, juga terhadap patrol-patrol yang dilakukan Belanda dalam upaya pengejaran terhadap Sultan Thaha. Terjadilah pertempuran sporadic dari masing-masing wailayah yang cukup memusingkan. Belanda terpaksa memperkuatnya dengan mendatangkan marsose (pasukan istimewa) dari Aceh dan Palembang.

Sementara itu di tahun 1893, Pangeran Diponegoro dan Pangeran Kusen membangun kantor Bea Cukai di Muaro Sungai Tembesi, Muaro Sikamis, Sungai Aro. Kegiatan ini jelas memukul upaya Belanda memungut cukai atas barang-barang yang dibawa dari pedalaman, sedangkan batter hasil Jambi yang dilakukan Sultan tetap berjalan melalui DAS Batanghari tanpa dapat terdeteksi oleh Belanda.

Rasanya pihak Belanda pun tidak mengetahui bahwa di jantung Batang Tabir telah terbangun rumah besak/istana di Pematang Tanah Garo yang sebagian bahan bangunannya dipasok dari Jambi dan Singapura oleh Pangeran Wiro Kusumo. Bahkan sepertinya lepas dari pengamatan Belanda di Jambi, Sultar pan sempat melaksanakan pernikahan anaknya dengan Putra Said Idrus gelar Pangeran Wiro Kusumo di rumah Besak Pematang Tanah Garo selama satu bulan secara meriah sekali. Ketertutupan pertahanan dan kediaman keluarga Sultan dari pengamatan Belanda ini antara lain oleh adanya kesetiaan pengikut dan rakyatnya dan atau kemungkinan pengalihan perhatian Belanda yang lebih besar ke daerah lain.

Sumpah setia (Setih Setio) para pengikut mengikuti anjuran Sultan bahwa "bila keadaan memaksa untuk menyerah kepada Belanda, maka berpura-pura lah kamu menyerah. Namun bila ada kesempatan Belanda menanyakan dimana tempat Suitan Thaha Saifuddin janganlah kamu menunjukan tempat itu. Sumpah ini tetap dipegang kuat dan menyebabkan Belanda kewalahan mendeteksi keberadaan Sultan dan pertahanannya.

Medan pertempuran Sultan Thaha berpindah dari satu tempat ke tempat lain sesuai garis strategis perlawanannya. Pusat komando tersebar dalam mobilitas kepemimpinan seorang panglima yang konon didukung oleh kemampuan spiritual dan hewan kendaraan (harimau) yang juga setia mendampingi Sultan bergerak dari satu front ke front yang lain.

Menghadapi ketidakmampuan operasi militer belanda lewat patrol yang sering diserang dengan tiba-tiba atau oleh adanya aral rintang di permukaan sungai, anak-anak sungai DAS, pihak belanda selalu mengupayakan mengadakan perundingan. Sultan dengan teguh hati tetap menolak upaya belanda tersebut. Sultan tidak mau berunding dan ini dinyatakan Sultan; "saya tidak mau berunding dengan belanda, bila saya berunding tatap muka) dengan mereka, maka hilanglah saya selama 40 hari".

Pada tahun 1894. Sultan Thaha akhirnya mengizinkan Pangeran Ratu untuk mengadakan pertemuan dengan Roodt Van Oldenber Nepelt di Muaro Ketalo. Sultan mengikuti perundingan dengan perwakilan belanda itu dari kamar sebelah ruang pertemuan. Perundingan itu gagal, karena belanda tetap menghendaki kesultanan Jambi berada dibawah kekuasaan belanda (Nederlansch), sebaliknya Sultan tetap pada pendiriannya, bahwa urusan kesultanan Jambi sepenuhnya tidak dapat dicampuri belanda.

Dengan gagalnya perundingan, pihak belanda tetap berupaya untuk menangkap Sultan. Untuk itu penguasa belanda dengan gencar mengadakan patrol dan menambah personil untuk menggempu pusat pertahanan Sultan di Muaro Tembesi. Sebelum tindakan militer, belanda mengirim kepala staf angkatan perangnya GW Beeger ke Jambi untuk mengkoordinasikan data inpurnakan, terutama mengenai sungai, jalan-jalan tikus antar dusun di daerah Jambi, maupun jalan telijen dan informasi yang mendukung operasi militer besar-besaran. Peta-peta topografi disempurnakan, terutama mengenai sungai, jalan-jalan tikus antar dusun di daerah Jambi maupun jalan kecil yang menghubungi Rawas dan Jambi.

Data dan informasi tersebut segera diolah, karena belanda mendapat informasi yang cukup merisaukan, yaitu adanya penyelundupan senjata api repeater sebanyak 1500 buah. Tanggal 4 September 1890 Kembali tim intel belanda dikirim ke sekitar Muaro Tembesi untuk mengamati dan membuat perhitungan strategis militer menyusul adanya informasi pedagang dari Sumbar yang diharuskan membayar cukai di Sungai Aro.

Permulaan November 1900. kapal-kapal penyelidik bersenjata sudah dekat Muaro Tembesi, tapi Show of Force itu tidak dilanjutkan, karena belanda masih tetap berupaya mengadakan perundingan. Selain itu pihak belanda sedang merampungkan program pembangunan jalan darat dari Jambi ke Muaro Tembesi sebagai sarana pendukung mobilisasi pasukan infantri dan peralatan serta perbekalan perang. Alur-alur sungai pun semakin disempurnakan untuk pengerahan kapal-kapal perangnya dari Jambi.

Kapal-kapal penyelidik belanda yang berlayar sampai ke hulu Batanghari (Teluk Kayu Putih), sepertinya tidak mendapat gangguan. Sikap penduduk pun cukup bersahabat tidak memusuhi belanda. Rupanya sikap itu adalah sesuai dengan perintah Sultan Thaha, agar belanda tidak curiga atau mencurigai adanya pos-pos pertahanan pasukan Sultan.

Sultan menilai gangguan terhadap kapal penyelidik tersebut akan berentet pada mobilisasi pasukan yang lebih besar, sementara Sultan sendiri saat itu sedang menghimpun kekuatan dan persiapan kemungkinan serangan besar-besaran ke Muaro Tembesi.

Tanggal 21 Maret 1901 pasukan belanda dari Palembang tiba dan membangun benteng di Muaro Tembesi tanpa ada bentrokan dengan pasukan Sultan atau Pangeran Diponegoro. Kendati pendudukan belanda di Muaro Tembesi berlangsung cepat, tapi belanda tidak berhasil mendapatkan informasi tentang keberadaan Sultan dan pasukannya. Para kepala dusun atau rakyat yang dipanggil "ambtenar" belanda tetap bersahabat tapi tetap membungkam.

Pencarian terus dilakukan atas dasar laporan Christian tertanggal 20 Februari 1901, bahwa Sultan Thaha berada di Pematang Dipo di Parunusan yang terletak ditepian Sungai Tabir. Sungai itu telah disebari batang-batang kayu sehingga kapal kecil pun tak dapat melayarinya. Dilain laporan, kepada komando angkatan darat diinformasikan posisi penting jalan setapak antara Parunusan ke Pematang yang harus dikuasai untuk masuk ke tempat berkumpulnya para pembesar Kesultanan. Patroli harus sering dilakukan untuk mengganggu konsentrasi Sultan. Dalain laporan tertanggal 12 Juni 1901, disarankan untuk bertindak tegas terhadap Sultan dan menutup Muaro Tabir. Operasi penangkapan terus dijalankan dengan pengerahan pasukan bersenjata atau setidaktidaknya mendorong Sultan keluar dari persembunyiannya.

Editor: Donald Karouw

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut