get app
inews
Aa Text
Read Next : DJ Nakal Edarkan Ekstasi Ditangkap di Klub Malam Jambi, Pemasok Berinisial S Diburu Polisi

Sepak Terjang Sultan Thaha Saifuddin, Pahlawan Nasional Jambi dalam Melawan Belanda

Rabu, 10 November 2021 - 17:01:00 WIB
Sepak Terjang Sultan Thaha Saifuddin, Pahlawan Nasional Jambi dalam Melawan Belanda
Pahlawan nasional Sultan Thaha Saifuddin diapit dua Harimau Sumatera yang merupakan tunggangannya. (Foto: MPI/Azhari Sultan)

Ketika Pangeran Ratu Thaha Saifuddin dinobatkan menjadi Sultan pada tahun 1856, ia dibuat melalui perjanjian, adalah pelanggaran terhadap kedaulatan Sultan yang mengarah pada jalan pencaplokan kesultanan. Untuk itu dengan berani Sultan kemudian membatalkan semua perjanjian dengan Belanda yang dibuat secara paksa oleh ayahnya.

Sikap perlawanan yang ditujukan Sultan sangat mengejutkan Belanda. Apalagi beberapa tahun kemudian, yakni 1857 Belanda mengetahui Sultan mengutus Pangeran Ratu Martaningrat menyampaikan surat kepada Sultan Turki (masa itu diakui sebagai khalifah dunia Islam) melalui Perwakilan Kesultanan Turki di Singapura untuk mengumumkan larangan campur tangan atas urusan dalam negeri Jambi bagi semua kekuatan dikawasan itu (Taufik Abdullah, 1984). Tak ada jalan lain, Belanda mengancam akan menangkap Sultan dan membuangnya ke Batavia. Sultan tak gentar, malah mempersiapkan pasukan untuk menyerang Muaro Kumpeh.

Kembali secara licik Belanda menawarkan perundingan dan sementara perundingan dalam proses Belanda memperkuat diri dengan mendatangkan kapal perang dengan 800 personil ke Muaro Kumpeh pada akhir Agustus 1858. Perundingan gagal dan kemudian Belanda memutuskan mengirim pasukan ke Jambi dan sekaligus mengultinatum.

Kemudian, Sultan Thaha berpikir selama 2x24 jam untuk menandatngani perjanjian baru. Apabila menolak, Sultan akan diganti dan akan diasingkan ke Batavia. Ultimatum dan pemaksaan ini dijawab Sultan - Kerajaan Jambi adalah hak milik rakyat Jambi dan akan kami pertahankan dari perjanjian atau perkosaan oleh siapapun juga dengan tetesan darah yang penghabisan, tidak ada pedoman yang lebih celaka dari pada ketakutan (A. Mekti Nasrudin.1986). Sultan semakin gigih mempersiapkan perlawanan.

Tanggal 25 September 1858, Mayor Van Langen dengan kekuatan militernya menyerbu Jambi dan Sultan pun tak tinggal diam. Dua hari pertempuran sengit terjadi dan pasukan Sultan terpaksa mundur setelah berhasil menenggelamkan kapal perang Houtman ke dasar Sungai Batanghari. Istana Tanah Pilih berhasil dikuasai Belanda setelah di bumihanguskan oleh Sultan sendiri.

Sebelum terjadinya penyerangan Belanda ke Tanah Pilih Jambi, sebenarnya Sultan Thaha Saifuddin, telah mengadakan pertemuan dengan semua Pangeran dan Pembesar Kerajaan Jambi, membahas persiapan bahab makanan yang cukup dibasis-basis pedalaman. Mereka juga bertekad tidak akan menyerah kepada Belanda tidak berkhianat kepada teman seperjuangan maupun kepada negeri.

Kesiapan yang dilakukan dari sisi perlawanan rakyat tersebut menjadi proses penggeseran pusat pemerintahan dan perlawanan kehulu DAS Batanghari berjalan dengan baik. Muaro Tembesi ditetapkan sebagai benteng pertahanan untuk menghadang Belanda dan juga sebagai Markas Kemando Pusat Perlawanan, sebagian lain ke Lubuk Ruso dan Dusun Tengah. 

Untuk menjalankan roda pemerintahan Sultan Thaha di Muaro Tembesi, menunjuk Pangeran Hadi sebagai Kepala Bala Tentara. Pangeran Singo sebagai Kepala Pemerintahan Sipil dan Pangeran Lamong dipercaya menjabat Kepala Keuangan (Zuraima, 1996). Sedangkan upaya perkuatan mesin perangnya selain secara estafet menanamkan semangat juang kepada rakyat, Sultan juga mengadakan kapal dagang pengangkut hasil Jambi ke luar negeri untuk ditukar dengan senjata. Kapal tersebut diberi nama “Canon atau Kenen" yang sebagian besar diawaki oleh pelaut Inggris. Kapal Kenen ini adalah kapal Inggris yang dirombak sedemikian rupa oleh Pangeran Wiro Kusumo dan Temenggung Jafar, sehingga menjadi kapal dagang.

Dengan bermodalkan persenjataan yang cukup modern di masa itu, Sultan membangun sebuah pasukan Fisabilillah dengan kekuatan 20.000 personil dibawah asuhan pelatih yang didatangkan dari Aceh Darussalam. Pasukan Fisabilillah ini kemudian dipecah kedalam tiga Front Komando (Usman Meng, Zuraima;1996) yaitu;

A. Wilayah Muaro Tembesi, Batang Tembesi, Serampas, Sungai Tenang, Merangin, Mesumai, Tantan, Pelepat, Senamat, Tabir sampai ke Kerinci berada dibawah komando Tumenggung Mangku Negoro dengan dibantu para Panglima Pangeran H Umar bin Pangeran H Yasir dan Depati Parbo.

B. Dari Muaro Tembesi, sepanjang sungai Batanghari, Batang Tebo, Batang Bungo, Jujuhan, Tanjung Simalidu langsung dipimpin oleh Sultan Thaha dan dibantu oleh saudaranya Pangeran Diponegoro (Pangeran Dipo).

C. Dari Muaro Tembesi kehilir Kumpeh. Muaro Sabak dan Tungkal dibawah Komando Raden Mattaher, dibantu oleh Raden Pamuk dan Raden Perang.

Editor: Donald Karouw

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya

iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut