BENGKULU, iNews.id - Presiden pertama Republik Indonesia (RI), Soekarno diasingkan ke Bengkulu selama empat tahun. Selain penurunan mental parah, Bung Karno juga sempat terkena Malaria yang nyaris merenggut nyawanya di Ende.
Terhitung sejak 1938 hingga 1942, Bung Karno menginjakkan kaki di provinsi berjuluk "Bumi Rafflesia", Bengkulu. Sebelum diasingkan di provinsi dengan 10 kabupaten ini.
Bung Karno konsisten melawan penjajah sempat diasingkan ke Kota Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Di Ende, Bung Karno menempati rumah milik, Abdullah Ambuwaru.
Di sana Bung Karno tinggal bersama istri, Inggit Ganarsih, ibu mertuanya Amsi serta anak angkat Soekarno, Ratna Djuami.
Di Ende, Bung Karno diasingkan selama 4 tahun terhitung sejak 1934 hinga 1938. Di sana, kondisi Bung Karno mengalami penurunan mental parah. Namun, berkat dukungan sang istri Inggit, secara perlahan kondisi Bung Karno mulai bangkit.
Hal tersebut ditandai dengan gejolak semangat Bung Karno untuk mulai memikirkan hobi seninya. Mulai dari melukis, menulis, memainkan biola dan berkeliling kota. Bahkan, presiden pertama RI ini juga mendirikan club sandiwara Kelimoetoe.
Dari club sandiwara itu Bung Karno dapat menyampaikan pemikiran-pemikiran tentang nasionalisme, kemerdekaan serta semangat gotong-royong.
Semasam di Ende, Bung Karno terkena malaria yang hampir merenggut nyawanya. Berita sakit kerasnya sampai ke telinga Muhammad Husin Thamrin.
Sehingga Thamrin mengajukan protes kepada Volksraad, agar Bung Karno dapat dipindahkan dari Ende guna mendapatkan perawatan lebih baik. Protes Thamrin sampai ke Den Haag Belanda, yang setuju memindahkan Bung Karno dari Ende.
Editor : Nani Suherni
Artikel Terkait