Dosen Pascasarjana dan Pakar Hukum Pidana dari Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam, Dr. Alwan Hadiyanto, SH., MH. (Foto: dok Unrika)

Proses pembahasan yang terburu-buru dan minim partisipasi publik juga menimbulkan kekhawatiran bahwa RUU ini tidak mencerminkan aspirasi masyarakat dan dapat menimbulkan ketidakadilan dalam sistem hukum.

Oleh sebab itu, Alwan mengatakan bahwa ada beberapa catatan dan rekomendasi yang dia sampaikan, beberapa di antaranya adalah :

1. Melibatkan Partisipasi Publik Secara Bermakna

Proses pembahasan RUU KUHAP dan RUU Polri harus melibatkan partisipasi publik secara luas, termasuk akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat sipil, salah satunya turun ke daerah daerah untuk melihat hukum yang hidup di masyarakat (living the law). Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa RUU tersebut mencerminkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat terutama para pencari keadilan.

2. Menyusun Mekanisme Pengawasan yang Kuat

Perlu adanya mekanisme pengawasan yang independen dan efektif terhadap kewenangan yang diberikan kepada aparat penegak hukum, untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia. Karena akan rawan untuk dapat mengkriminalisasi kan seseorang.

3. Meninjau Kembali Ketentuan yang Berpotensi Menimbulkan Tumpang Tindih Kewenangan

Ketentuan dalam RUU yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga penegak hukum perlu ditinjau kembali untuk memastikan koordinasi yang efektif dan efisien dalam penegakan hukum. Ini berkaitan dengan konsep restorative justice yang akan disahkan dalam RUU KUHAP nantinya.

4. Menetapkan Standar dan Prosedur yang Jelas dalam Pelaksanaan Kewenangan

RUU harus menetapkan standar dan prosedur yang jelas (SOP yang jelas) dalam pelaksanaan kewenangan aparat penegak hukum, termasuk dalam hal penyadapan, penangkapan, dan penyidikan, untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia. Termasuk dalam perluasan makna alat bukti atau barang bukti dan juga bab terkait mekanisme pemasangan CCTV, dan standarisasinya untuk dapat dijadikan bukti.

Dengan mempertimbangkan catatan kritis dan rekomendasi di atas, maka menurut para akademisi, praktisi dan pengamat hukum berharap RUU KUHAP dan RUU Polri dapat disusun dan dibahas secara hati-hati, transparan, dan partisipatif, guna mewujudkan sistem hukum yang adil, akuntabel, dan menghormati hak asasi manusia di Indonesia.

Alwan menegaskan bahwa keterbukaan dan kualitas legislasi tidak hanya akan memperkuat sistem hukum nasional, tetapi juga meningkatkan citra Indonesia sebagai negara demokratis yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.

“Dengan mendengarkan aspirasi publik, terutama dari kalangan akar rumput dan komunitas hukum, pemerintah akan memperkuat fondasi negara hukum yang berkeadilan. Inilah saatnya kita melahirkan regulasi yang tidak hanya kuat di atas kertas, tetapi juga adil dalam pelaksanaan,” katanya. (ADV)


Editor : Rizqa Leony Putri

Sebelumnya
Halaman :
1 2 3

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network