Namun tradisi kawin tangkap yang terjadi sekarang sudah melenceng dan tidak sesuai dengan tradisi kawin tangkap di Sumba. Kini kawin tangkap disertai dengan paksaan, intimidasi, dan kekerasan terhadap perempuan.
Dengan mengatasnamakan adat atau tradisi, pelaku merasa berhak menculik dan membawa paksa perempuan-perempuan Sumba dimanapun dan kapanpun mereka mau, padahal itu telah melenceng dari adat sebenarnya.
Tentunya tradisi yang semakin melenceng ini sudah tidak sesuai dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia, karena setiap manusia termasuk perempuan berhak atas rasa aman serta hak untuk bebas dari ancaman kekerasan.
Ironisnya, saat ini korban kawin tangkap tidak hanya menyasar kalangan perempuan dewasa yang cukup umur, namun juga remaja dan anak-anak. Artinya kawin tangkap saat ini bahkan sudah sangat melenceng karena tradisi kawin tangkap ini mendorong angka pernikahan dini di Indonesia.
Kawin tangkap tersebut melanggar hukum yang berlaku sebagai kasus penculikan dan dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Pasal 328 KUHP dengan pidana paling lama dua belas tahun.
Praktik di luar akal sehat semacam ini mau tidak mau harus diakhiri karena merendahkan martabat perempuan, dan tidak terciptanya kesetaraan gender. Terlebih lagi sasarannya saat ini adalah perempuan di bawah umur.
Editor : Ahmad Antoni
mengenal tradisi kawin tangkap sumba barat daya tradisi unik tradisi lama viral mahar penculikan
Artikel Terkait