Senator asal Jawa Timur itu menambahkan, sebelum dilakukan Amandemen, UUD 1945 Naskah Asli, Utusan Daerah dan Utusan Golongan mempunyai porsi yang sama dengan anggota DPR yang merupakan representasi Partai Politik.
Tapi setelah Amandemen, Utusan Golongan dihapus, dan Utusan Daerah diubah menjadi DPD RI, tetapi dengan kewenangannya jauh berbeda dengan Utusan Daerah.
"DPD RI sebagai wakil daerah, dipilih melalui Pemilu seperti Partai Politik, hanya bisa mengusulkan Rancangan Undang-Undang dan membahas di fase Pertama di Badan Legislasi," katanya.
Sedangkan, kata dia, pemutus untuk mengesahkan menjadi Undang-Undang adalah DPR bersama Pemerintah. DPD RI juga tidak bisa mengusulkan pasangan Capres dan Cawapres dari jalur non-partai politik. Padahal, masyarakat melalui sejumlah survei menghendaki ada calon pemimpin nasional dari unsur non-partai politik.
Lebih parah lagi, Partai Politik membuat aturan melalui Undang-Undang Pemilu tentang Ambang Batas Pencalonan Presiden, atau Presidential Threshold sebesar 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen perolehan suara partai dalam Pileg.
"Negara ini menjadi miskin calon pemimpin nasional. Selain itu juga banyak dampak buruk atau mudarat dari penerapan Ambang Batas Pencalonan Presiden ini," lanjutnya.
Ditambahkan La Nyalla Indonesia telah meninggalkan Demokrasi Pancasila, kini sudah menjadi Demokrasi Liberal. Dimana pada hakikatnya, Demokrasi Pancasila adalah Demokrasi yang mewakili semua elemen bangsa.
Editor : Nur Ichsan Yuniarto
Artikel Terkait