SERANG, iNews.id - Kasus pengadaan masker jenis KN95 untuk tenaga kesehatan (nakes) di Banten mulai disidangkan di Pengadilan Tipikor, Serang, Rabu (28/7/2021). Sidang menghadirkan terdakwa Lia Susanti selau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Banten menyatakan Lia didakwa melakukan korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor.
Terdakwa dinilai sengaja menggelembungkan harga satuan masker anggaran pengadaan masker KN95 dari harga satuan Rp70.000 per buah menjadi Rp220.000 per buah dalam RAB melalui dana Bantuan Tak Terduga (BTT) pada 26 Maret 2020.
"Terdakwa memberikan persetujuan atas harga penawaran pengadaan masker dari PT RAM tanpa bukti kewajaran harga berupa dokumen yang menjelaskan struktur harga penawaran yang relevan," kata JPU Herlambang di PN Tipikor Serang, Rabu (28/7/2021).
JPU menilai terdakwa Lia telah memanipulasi data harga satuan dalam penyusunan Rencana Anggaran Belanja (RAB) dana belanja tidak terduga aggaran 2020 pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
Terdakwa bekerja sama dengan pihak penyedia yakni Wahyudin Firdaus selaku Direktur PT Right Asia Medika (PT RAM) dan rekannya Agus Suryadinata untuk mark up pengadaan 15.000 masker senilai Rp3,3 miliar.
Dalam sidang dakwaan kasus korupsi pengadaan masker KN95, Kadinkes Banten Ati Pramudji Hastuti disebut menyetujui dan menandatangani dokumen penggunaan dana BTT ke Gubernur Banten Wahidin Halim salah satunya pengadaan masker yang harganya sudah dimanipulasi Lia selaku bawahannya.
"Pada tanggal 26 Maret 2020 Dinkes mengajukan dana bantuan BTT tahap II kepada gubernur dengan dilampiri RAB untuk penanganan Covid-19 sebear Rp115 miliar," katanya.
Kemudian terdakwa Lia selaku PPK menunjuk dan menerbitkan surat perintah kerja (SPK) sebagai penyedia jasa pengadaan masker KN95 kepada PT RAM. Padahal, perusahaan tersebut tidak memiliki kualifilasi sebagai penyedia masker karena bukan perusahaan pemegang sertifikat distribusi alat kesehatan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"PT RAM bukan penyedia barang yang pernah pekerjaan sejenis dan bukan penyedia e-katalog," katanya.
JPU menyampaikan, bahwa dari hasil audit BPKP ditemukan kerugian negara senilai RP1,6 miliar. Terdakwa Wahyudin sendiri memperkaya diri sendiri senilai Rp 200 juta sebagai komitmen fee sementara Agus yang menggunakan perusahaan PT RAM menerima Rp1,4 miliar.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait