Suasana kehidupan masyarakat Timor Tengah Selatan, NTT yang menjadi daerah dengan prevelensi angka stunting tertinggi di Indonesia. (Foto: ist)

Berbicara kategori daerah berkaitan dengan stunting, 15 kabupaten berstatus merah di NTT terdiri atas Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka. Bersama Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, memiliki prevalensi di atas 46 persen

Adapun sisinya, yakni 7 kabupaten dan kota berstatus ‘kuning’ dengan prevalensi 20 hingga 30 persen. Daerah-daerah itu yakni Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah.

Dengan demikian, tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni ber-pravelensi stunting antara 10 hingga 20 persen. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen.

Fakta tersebut tentunya sudah seharusnya mendapat perhatian serius dari pemerintah. Sebagai bentuk keseriusan, pemerintah telah menunjuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Perpres Nomor 72/2021.

Namun, BKKBN tidak bisa bergerak sendiri. Perlu adanya gotong royong, agar harapan mengikis angka stunting, bisa dicapai. Demikian pula halnya Kabupaten Timor Tengah Selatan tidak bisa ‘berjuang’ sendiri untuk mengatasi pengentasan stunting.

“Sebagai salah satu unsur pentahelix dalam wujud konvergensi percepatan penurunan stunting, mitra kerja memiliki peran dan kontribusi bersama pemerintah. Timor Tengah dan NTT sengaja menjadi titik tumpu kunjungan Presiden Joko Widodo mengingat NTT merupakan provinsi prioritas penanganan stunting dengan prevalensi 37,8 persen di tahun 2021, tertinggi dari angka rata-rata prevalensi stunting semua provinsi di tanah air yang mencapai 24,4 persen,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.

Dari hasil penelusuran BBKBN, tingginya angka stunting di NTT, tidak hanya karena persoalan kesehatan dan kekurangan gizi saja. Di luar itu, tingginya kasus stunting di NTT juga dipicu kesulitan mendapatkan akses fasilitas pelayanan kesehatan.

Faktor kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan serta pola asuh, semakin membuat peningkatan kasus stunting ini ‘tumbuh subur.’ Melihat sejumlah faktor sebagai pemicu, mutlak dibutuhkan langkah konkret guna mempercepat penurunan angka stunting. Pelibatan mitra kerja untuk memperluas jangkauan intervensi yang sesuai dengan kebutuhan sasaran dan potensi yang dimiliki mitra kerja, harus menjadi fokus bersama.

Langkah-langkah pencegahan stunting di NTT sebenarnya sudah dilakukan oleh beberapa kalangan.  Yayasan Seribu Cita Bangsa (1000 Days Fund) adalah salah satu pihak yang sejak 2018 lalu meluncurkan program pencegahan stunting.


Editor : Donald Karouw

Halaman Selanjutnya
Halaman :
1 2 3
BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network