Cerita Rakyat Kalimantan Terpopuler: Penunggu Sungai Kapuas
Setelah menyampaikan pesan kepada anak kembarnya tersebut, Raja pun pergi berlayar meninggalkan istananya. Namun, baru saja ditinggal pergi Sang Raja, Naga mulai menunjukkan sifat buruknya.
Ia memaksa penduduk sekitar istana untuk membayar pajak dalam jumlah yang besar. Mengetahui perilaku Naga, Buaya pun marah dan langsung menegurnya.
Bukannya sadar akan kesalahannya Naga justru mengatakan bahwa Buaya adalah seorang pengecut karena tidak mau senang-senang dengan harta. Mendengar itu Buaya semakin marah dan segera berusaha memberhentikan perilaku Naga.
Semakin lama keduanya justru melawan satu sama lain yang berujung pada pertarungan saudara. Suatu ketika Sang Raja merasa gelisah dalam perjalanannya dan meminta awak kapalnya untuk kembali ke istana.
Sesampainya di istana Sang Raja kaget melihat keadaan yang berantakan disertai banyaknya mayat pasukan istana. Bergegas ia memasuki area kerajaan dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Betapa terkejutnya ia ketika melihat kedua putra kembarnya bertarung. Ia pun segera menghentikan pertarungan tersebut, seketika Naga dan Buaya menoleh.
Raja merasa kecewa dengan keduanya karena merasa tidak melaksanakan tanggung jawab dengan baik dan malah menimbulkan banyak kekacauan.
Di sini lah awal mula cerita rakyat Kalimantan Penunggu Sungai Kapuas, tiba-tiba terlihat kilat disertai petir dan disusul perubahan Buaya menjadi seekor buaya.
Disusul oleh Naga yang dalam waktu singkat berubah menjadi seekor naga. Keduanya pun pergi dan tinggal di Sungai Kapuas sepanjang hidupnya.
Raja pun menyesali perbuatan nya dan hanya bisa meratapi kepergian anak-anaknya. Kedua anak raja tersebut sampai saat ini dipercaya sebagai penunggu Sungai Kapuas.
Sungai Kapuas sendiri adalah Sungai terpanjang di Indonesia yang memiliki panjang 1.143 km yang terletak di Provinsi Kalimantan Barat.
Berdasarkan cerita rakyat Kalimantan di atas dapat disimpulkan bahwa jangan sampai menghardik anak sendiri sebelum mendengar penjelasan dari mereka. Karena setiap anak berhak untuk mengutarakan pendapatnya dan berhak untuk didengar oleh kedua orang tua mereka.
Editor: Puti Aini Yasmin