Beredar Kabar PSBB di Kota Kupang yang Resahkan PKL, Wakil Wali Kota: Hoaks
KUPANG, iNews.id - Beredar kabar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 11 hingga 25 Januari. Wakil Wali Kota Kupang Hermanus Man memastikan kabar tersebut hoaks.
Kabar tersebut sontak memantik resah warga, juga para pedagang kaki lima (PKL), pemilik warung serta pedagang lainnya. Pasalnya dalam pembatasan tersebut, warung atau rumah makan, pedagang asongan dan lainnya hanya boleh beroperasi hingga pukul 20.00 Wita.
"Nah, kalau diberlakukan bagaimana dengan kami yang menjual nasi goreng pada malam hari," kata seorang ibu pemilik warung nasi, Misel.
Dia mengaku akan sangat kecewa jika pembatasan itu dilakukan. Pasalnya kata ibu tetsebut, dia dan suami baru akan membuka warung nasinya pada sore hati pukul 18.00 Wita hingga larut malam.
"Artinya jika diberlakukan praktis kami tak bisa jualan, karena dagangan kami hanya bisa laris pada malam hari," katanya.
Hal sama disampaikan seorang pemilik warung lainnya, Kuncoro. Menurutnya saban hari warungnya baru akan tuup pada pukul 00.00 Wita, meskipun sudah dibuka sejak pukul 10.00 Wita. Menurut dia, hampir sebagian warga memilih makan di atas pukul 20.00 Wita.
"Jika harus ditutup maka meranalah kami," katanya.
Keresahan yang dirasakan para pemilik warung, pedagang kaki lima dan pedagang asongan lain itu pun mendapatkan kepastian.
Wakil Wali Kota Kupang, Hermanus Man pun buka suara. Hermanus Man mengatakan jika informasi pelaksanaan PSPB di daerah itu tak benar alias hoaks.
"Itu informasi tak benar," katanya melalui pesan singkat kepada media ini, Jumat (8/1/2020).
Dia menegaskan bahwa pembatasan sosial berskala besar atau PSBB belum diterapkan di Kota Kupang. Menurutnya pelaksanaan PSPB hanya bisa dilakukan di sebuah daerah termasuk Kota Kupang bergantung pada beberapa faktor yakni, tingkat kematian akibat Covid-19, kesembuhan serta pemakaian tempat tidur di ruang isolasi yang melebihi kapasitas.
Dari indikator tersebut, Kota Kupang hanya memenuhi 2 kriteria yakni, tingkat kesembuhan yang rendah dan pemakaian tempat tidur di ruang isolasi yang melebihi kapasitas.
Dia menjelaskan, indikator pertama itu tingkat kematian. Kalau kematian akiabat Covid-19 di atas rata-rata kematian nasional maka indikator ini terpenuhi. Data mengatakan, kematian akibat Covid-19 di Kota Kupang itu 2,96 persen.
Artinya, 100 kasus 3 orang yang mati. Nasional hampir mendekati 3 jadi Pemkot Kupang abaikan itu kriteria atau indikator karena Kota Kupang tidak termasuk. Kedua, tingkat kesembuhan. Nasional itu orang sembuh 82,6 persen. Artinya, dari 100 pasien, yang sembuh itu 82 atau 83 pasien.
Tetapi Kota Kupang itu tidak sampai 40 persen. Artinya, dari 100 pasien yang di rawat yang sembuh itu tidak sampai 40 pasien. Jadi kriteria atau indikator ini sudah terpenuhi. Indikator berikutnya adalah pemakaian tempat tidur ruang isolasi. Kita sudah melebihi kapasitas 100 persen. Artinya tidak ada lagi tempat tidur yang kosong.
"Dari indikator ini, saya mau mengatakan bahwa Kota Kupang hanya memenuhi 2 indikaotr yaitu tingkat kesembuhan yang rendah dan pemakaian tempat tidur yang melebihi kapasitas,” katanya.
Berdasarkan 2 indikator ini dan sesuai Permenkes 9 tahun 2020 tentang pedoman PSBB pasal 3 dan 4 maka Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore akan mengajukan permohonan ke Gubernur NTT dan Menteri Kesehatan dengan melampiran data-data penyebaran kasus dan peta gambaran transmisi lokal Covid-19.
“Jadi jika Kementerian Kesehatan menyetujui barulah Pemerintah Kota Kupang akan mendeklarasikan penutupan kegiatan masyakarakat Kota Kupang. Namun saat ini, Pemerintah Kota Kupang belum akan melakukan pembatasan kegiatan masyarakat. Karena itu, informasi yang beredar di masyarakat adalah tidak benar,” ucapnya.
Editor: Nani Suherni