Bacakan Pledoi, Bos Investasi Bodong Rp84,9 Miliar Menangis Minta Dibebaskan dari Tuntutan
PEKANBARU, iNews.id – Bos PT Fikasa Group, Maryani salah satu terdakwa kasus investasi bodong Rp84,9 miliar menangis minta dibebaskan dari segala tuntutan saat membacakan pledoi. Sidang pembacaan pledoi digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (10/3/2022).
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Pekanbaru menuntut Maryani 12 tahun penjara karena dinilai melanggar Undang-Undang Perbankan Pasal 46 a. Dari fakta persidangan, Maryani menghimpun dana Rp13 miliar dari 200 nasabah.
"Dengan kasus ini saya harus berpisah dengan suami dan istri saya. Saya sudah ditahan dari Mabes Polri sampai sekarang selama 8 bulan. Saya harus menghidupi keluarga," kata Maryani menangis tersedu-sedu secara virtual Kamis (10/3/2022).
Karena terus menangis, Ketua Majelis Hakim Dahlan pun memeringatkan terdakwa. "Kalau tidak sanggup baca berarti memperlambat sidang," kata Dahlan.
Penasihat hukum terdakwa, Yudi Krismen mengatakan, kliennyajuga merupakan korban investasi di Fikasa Group. Di mana kliennya sebagai marketing freelance juga menginvestasikan dananya ke Fikasa sebesar Rp 20 miliar.
Sementara itu empat bos Fikasa Group Agung Salim, Bakti Salim, Cristian Salim dan Elly Salim juga menyampaikan pledoinya. Mereka mengaku tidak bersalah.
"Archenius Napitupulu cs selama bertahun-tahun menikmati bunga uangnya. Ketika mereka mendapatkan untung dari bunga, mereka tak laporkan kami ke polisi. Setelah mendapatkan bunga, mereka lalu melaporkan kami ke polisi untuk dijerat pidana. Padahal, perjanjian utang piutang lewat promissory note itu dibuat dengan kesepakatan bersama secara perdata," kata Agung Salim dalam surat pledoinya.
Dalam pengembangan usaha itu, PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) dan PT Tiara Global Propertindo (TGP) menerbitkan surat utang dalam perjanjian promissory notes dengan imbal balik bunga yang disepakati bersama.
Hingga awal 2020, WBN dan TGP tak pernah molor dalam membayar imbal balik bunga pinjaman kepada pemegang Promissory Notes. Praktis, para pelapor telah menerima imbalan sesuai perjanjian yang sudah disepakati bersama. Namun, sejak datangnya pandemi Covid-19 di awal 2020 lalu, hampir seluruh sektor usaha mengalami pukulan hebat.
Agung menegaskan bahwa seluruh pinjaman dari pemegang Promissory Notes dipakai semuanya untuk pengembangan dan perluasan usaha. "Tidak ada perusahaan yang fiktif," kata Agung.
Penasihat hukum Agung Salim dkk, Syafardi SH MH juga menilai, seluruh isi tuntutan jaksa tidak dapat menjelaskan dimana pidana nya dari penerbitan Promissory Notes dan keterikatan tindakan satu persatu dalam pengurusan perusahaan mereka, juga menyampaikan bahwa telah banyak ahli dan praktisi hukum dan lintas profesi lain telah berpendapat kalau perkara ini adalah kasus perdata.
Editor: Kastolani Marzuki