MATARAM, iNews.id - Vonis yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) kepada terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril Maknun, guru honorer asal Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengundang keprihatinan dari berbagai elemen masyarakat. Tak terkecuali dari anggota DPD Dapil NTB Baiq Diah Ratu Ghanefi.
Diah Ghanefi menilai vonis Makamah Agung (MA) terhadap terpidana kasus ITE itu terlalu berat. Dia juga menilai vonis tersebut tidak adil bagi guru honorer tersebut.
“Putusan yang dikeluarkan oleh MA adalah enam bulan penjara dan subsider 3 bulan ganti rugi Rp500 juta. Ini sangat memberatkan karena Baiq Nuril Maknum adalah masyarakat biasa,” katanya.
Dia juga menilai ada ketidakadilan karena pada siding putusan di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Baiq Nuril diputus bebas karena tidak terbukti meyebarkan rekaman asusila oknum kepala sekolah tersebut dan hanya menjadi korban.
“Karena itu, kita (DPD) akan memanggil Ketua MA untuk berdiskusi bersama terkait dengan putusan vonis tersebut,” katanya.
Diketahui, MA melalui Majelis Kasasi yang dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni, pada 26 September 2018, menjatuhkan vonis hukuman kepada Baiq Nuril selama enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dalam putusannya, Majelis Kasasi Mahkamah Agung menganulir putusan pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Mataram yang menyatakan Baiq Nuril bebas dari seluruh tuntutan dan tidak bersalah melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang ITE.
Pengadilan Negeri Mataram melalui Majelis Hakim yang dipimpin Albertus Husada pada 26 Juli 2017, dalam putusannya menyatakan bahwa hasil rekaman pembicaraan Baiq Nuril dengan H Muslim, mantan Kepala SMAN 7 Mataram yang diduga mengandung unsur asusila dinilai tidak memenuhi pidana pelanggaran Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang ITE.
Dari fakta persidangan di pengadilan tingkat pertama, Majelis Hakim menyatakan bahwa tidak ada ditemukan data terkait dengan dugaan kesengajaan dan tanpa hak mendistribusikan informasi yang bermuatan asusila.
Melainkan yang mendistribusikan hasil rekaman tersebut adalah Imam Mudawin, rekan kerja Baiq Nuril Maknun saat masih menjadi tenaga honorer di SMAN 7 Mataram.
Hal itu disampaikan Majelis Hakim berdasarkan penilaian hasil pemeriksaan Tim Digital Forensik Subdit IT Cyber Crime Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri terhadap barang bukti digital yang disita tim penyidik kepolisian.
Karena itu, barang bukti digital yang salah satunya adalah hasil rekaman pembicaraan Baiq Nuril Maknun dengan H Muslim, dinilai tidak dapat dijadikan dasar bagi penuntut umum dalam menyusun surat dakwaannya.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait