Pada draf RUU Penyiaran ini, menghapus Pasal 18 dan 20 dari UU Penyiaran No 32 Tahun 2002. Pasal-pasal ini membatasi kepemilikan TV dan radio. Hilangnya pasal-pasal ini akan mempermulus penguasaan TV dan Radio pada konglomerasi tertentu saja.
''Hapus pasal-pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers, demokrasi dan HAM. Jangan bungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Tinjau ulang urgensi revisi UU Penyiaran,'' kata Yunike, Rabu (29/5/2024).
Anggota Bidang Advokasj AJI Bengkulu, Romi Juniantra mengatakan, RUU Penyiaran secara nyata membatasi kerja-kerja jurnalistik maupun kebebasan berekspresi secara umum dan berniat untuk mengendalikan secara berlebihan (overcontrolling) terhadap ruang gerak jurnalis.
Hal itu tentu berdampak pada pelanggaran terhadap hak atas kemerdekaan pers, serta pelanggaran hak publik atas informasi.
"Pasal-pasal dalam RUU Penyiaran berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi," kata Romi.
Untuk itu kata Romi, Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu meminta untuk KPI dan DPR RI meninjau ulang urgensi revisi UU Penyiaran, menghapus pasal-pasal problematik yang berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi, dan mlibatkan Dewan Pers dan kelompok masyarakat sipil yang memiliki perhatian khusus terhadap isu-isu yang beririsan.
"Pasal-pasal dalam RUU Penyiaran berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi" ujar Romi.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait