Sementara itu, untuk mempercepat pengembangan pariwisata yang inklusif dan berkelanjutan, Babel kini menjalankan sejumlah strategi kunci, antara lain penyusunan regulasi besar, termasuk Raperda Ripparprov 2025–2045. Peningkatan fasilitas destinasi melalui kolaborasi masyarakat, swasta, dan pemerintah.
Optimalisasi dukungan pendanaan dari pusat, BUMN, dan industri pariwisata. Peningkatan kompetensi SDM lewat pelatihan intensif. Diplomasi aviasi untuk memperluas rute dan akses udara. Promosi besar-besaran di platform nasional dan internasional serta penguatan kemitraan dengan berbagai pihak, dari pemerintah hingga komunitas global.
"Langkah tersebut diarahkan untuk memastikan pengembangan pariwisata tidak hanya mempercantik destinasi, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi yang merata," ucap Widya.
Memasuki usia ke-25 sebagai provinsi, Babel menatap masa depan dengan fokus pada transformasi ekonomi non-tambang. Pariwisata dipilih sebagai lokomotif baru untuk membuka peluang usaha, memperkuat ekonomi kreatif, dan mendorong munculnya lebih banyak desa wisata.
"Targetnya jelas peningkatan jumlah kunjungan wisatawan, tumbuhnya pelaku UMKM, dan terciptanya ekosistem pariwisata yang semakin kompetitif," ujarnya.
Pada akhirnya, kata dia, Babel ingin hadir sebagai destinasi internasional yang berkelanjutan dan menyejahterakan masyarakat.
"Pariwisata bukan sekadar soal tempat yang indah, tetapi tentang perubahan kehidupan di sekitarnya. Dan Babel kini sedang bergerak ke arah itu," tuturnya.
Editor : Anindita Trinoviana
Artikel Terkait