Warga Suku Anak Dalam Tolak Tambang Batu Bara di Desa Muara Kilis Tebo
TEBO, iNews.id - Masyarakat hukum adat dan warga suku Anak Dalam menolak dan mengecam keras kegiatan pengeboran tambang batu bara yang dilakukan oleh PT Bangun Energi Perkasa (BEP) di Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo. Bahkan masyarakat siap memberikan perlawanan jika aktivitas masih dilanjutkan.
Menurut warga, aktivitas pengeboran tambang batu bara berlangsung di lokasi itu pada 16 Januari- 06 Maret 2020 lalu. Masyarakat pun mengingatkan agar PT BEP tidak sampai melanjutkan kegiatan penambangan di area tersebut. Kepala Suku Anak Dalam, Tumenggung Apung menegaskan, mereka akan tetap menolak keberadaan tambang batu bara di area permukiman meskipun ada upaya pihak-pihak melakukan lobi-lobi mereka akan mendapatkan ganti rugi Rp400 juta per hektare.
"Kami itu tahan betetakan leher (potong leher), kalau tempat kami dijadikan tambang batu bara. Walaupun nanti diganti rugi 400 juta per hektare, tetap kami tolak," kata Temenggung Apung, Kamis (1/4/2021).

Sementara Bupati Tebo Sukandar mengaku kabar itu sudah sampai kepadanya. Dia sangat menyesalkan adanya kegiatan perusahaan batu bara diarea tersebut. PT BEP masuk tanpa berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
"Saat ada polemik dengan suku Anak Dalam seperti ini, baru meminta penyelesaian ke pemerintah daerah," ujar Sukandar.
Menurut Sukandar, polemik kegiatan penambangan batubara dengan suku Anak Dalam di Desa Muara Kilis terungkap setelah dirinya mendapat surat dari kapolres Tebo.
"Seharusnya, sebelum melakukan kegiatan, pemilik Konsesi Pertambangan (KP) paling tidak permisi dengan pemerintah daerah. Saya dapat surat dari kapolres. Saya sudah perintahkan wabup untuk memanggil semua pihak untuk membuat grup diskusi," kata Sukandar.
Dia mengakui, izin tambang memang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Jambi. Namun, perusahaan sudah seharusnya berkoordinasi juga dengan pemerintah daerah setempat.
"Semua tergantung masyarakat setempat kalau sudah seperti ini. Karena lokasinya di Tebo, saya minta pemilik KP jangan asal masuk karena belum ada koordinasi dengan pemda. Mereka masuk harusnya lapor," katanya.
Sementara Humas PT BEP Iwan Suhendra membantah tudingan bupati kepada pihaknya yang disebut tidak pernah melaporkan kegiatan mapping dan eksplorasi di Desa Muara Kilis, Kabupaten Tebo. Dia pun meminta Pemkab Tebo untuk melakukan klarifikasi tudingan tersebut.
"Perusahaan kami sudah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPKKH) yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat tanggal 11 Januari 2021. Proses tentu dari tingkat bawah. Tidak mungkin saudara bupati tidak tahu. Bagaimana sistem koordinasi dengan bawahannya," ujarnya..
Iwan mengatakan, awalnya area lahan tersebut seluas 3.587 hektare. Setelah ditinjau ulang, di kawasan ini ada habitat harimau, lintasan gajah, sungai dan termasuk permukiman suku Anak Dalam sehingga luasnya berkurang menjadi 1.833 ha.
Sebelum melakukan aktivitas, pihaknya juga sudah mendapat persetujuan dari kepala desa (kades) Muara Kilis. Perwakilan perusahaan langsung datang ke rumah dan meminta izin untuk sosialisasi serta menunjukkan secara legal keberadaan perusahaan. Tidak sebatas itu, kepala-kepala dusun (kadus) dan RT pun didatangi.
"Alhamdulillah selama kita ada kegiatan tidak ada penolakan. Bahkan masyarakat senang karena akses jalan mereka bagus. Itu pernyataan masyarakat langsung," kata Iwan.
Sebelum keluar IPPKH, terlebih dahulu harus sudah dikeluarkan izin UKL-UPL dari Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Tebo. Jadi pada prinsipnya, kata Iwan, PT BEP telah mengikuti aturan perundang-undangan yang berlaku dalam melakukan eksplorasi di Desa Muara Kilis.
Namun, saat hal ini dikonfirmasi kepada Kades Muara Kilis Sopwatarrahman, dia membantah keterangan perusahaan. Dia meminta PT BEP memberikan klarifikasi soal pernyataan dirinya sudah memberikan izin karena itu tidak benar.
Kades mengakui kala itu, PT BEP pernah berkunjung ke rumahnya dengan membawa sejumlah dokumen. Namun, perusahaan sempat berdebat dengan dirinya terkait sejumlah catatan hasil rapat pembahasan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang dilaksanakan beberapa waktu lalu di Jambi.
"Jadi waktu itu saya cuma bilang, kalau mau masuk juga kordinasi sama masyarakat di dalam di bawah naungan kadus. Saya bilang juga soal izin itu bukan hak atau wewenang saya sebagai kades," ujarnya.
Kades menegaskan pemerintah desa tetap menolak keberadaaan tambang batubara. Apalagi aktivitasnya di permukiman warga suku Anak. Mereka juga tidak pernah memberikan izin karena bukan kewenangannya.
Diketahui, berdasarkan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) serta Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Amdal), Rencana Kegiatan Pertambangan Batubara PT BEP seluas 3.587 ha berada di wilayah Desa Sungai Keruh, Kecamatan Tebo Tengah dan Desa Muara Kilis, Kecamatan Tengah Ilir.
Rapat Teknis Dokumen Andal RKL RPL yang dilaksanakan November 2020 di Jambi tidak mengundang kepala Desa Sungai Keruh Kecamatan Tebo Tengah, Kabupaten Tebo. Meski begitu, Komisi Penilaian Amdal (KPA) dan seluruh peserta rapat yang hadir dapat menerima dokumen rencana kegiatan pertambangan batubara PT BEP dengan penuh catatan.
Pada Desember 2020, Bupati Tebo menerbitkan Keputusan Nomor: 652 Tahun 2020 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Kegiatan Pertambangan Batubara PT BEP. Pada keputusan ini, kegiatan rencana pertambangan berada di wilayah Desa Pelayang, Kecamatan Tebo Tengah, dan Desa Muara Kilis, Kacamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo.
Editor: Maria Christina