Mengenal Sandeq, Perahu Tradisional Tercepat Milik Suku Mandar
JAKARTA, iNews.id - Suku Mandar memiliki salah satu perahu tradisional yang dikenal paling cepat. Perahu itu dinamakan sandeq.
Secara etimologis, penyebutan sandeq berasal dari Bahasa Mandar yang berarti runcing. Nama perahu ini mirip dengan bentuknya yang ramping serta dilengkapi layar besar berbentuk segitiga.
Dalam mengarungi lautan, sandeq mengandalkan angin yang menerpa layar. Kapal ini berlayar tanpa dilengkapi mesin.
Dikutip dari situs Badan Informasi Geospasial, Selasa (31/1/2023), kecepatan laju sandeq terbilang tinggi. Sandeq mampu melaju sampai 20 hingga 30 knot atau sekitar 50 km per jam.
Bagian lambung kapal terbuat dari batang kayu yang dikeruk tengahnya hingga berbentuk lekukan seperti perahu. Meski begitu, pembuatan sandeq tak bisa sembarangan.
Ada sejumlah filosofi yang menggambarkan semangat dan kearifan budaya. Seperti misalnya pada kepala perahu atau disebut panccong oleh masyarakat sekitar.
Panccong sandeq berbentuk limas segitiga runcing yang dibentuk mendongak ke atas. Bentuk ini disebut melambangkan seseorang yang senantiasa berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu, lubang segi empat yang berfungsi sebagai pintu geladak, petaq, juga memiliki filosofi tersendiri. Petaq pada sandeq diletakkan di tiga sisi dengan penyebutan berbeda, petaq diolo (depan), petaq tangnga (tengah), dan petaq buiq (belakang).
Ketiga petaq memiliki arti berbeda beda yakni pada bagian depan melambangkan rezeki, tengah melambangkan aktivitas manusia, dan belakang melambangkan pemimpin.
Smentara itu, sanggar kemudi atau yang bisa disebut sanggilang dibuat menggunakan dua balok yang melintang. Balok yang berada di atas bermakna laki-laki, sementara balok di bawah bermakna perempuan.
Filosofi ini berasal dari konsep gender warga Suku Mandar yang menyatakan ketika suami berlayar maka istri menjaga marwahnya di rumah.
Adapun sandeq memiliki sejumlah tipe. Tipe pertama bernama pangoli dengan ukuran 3-4 meter dan bisa menampung dua awak. Jenis ini biasanya digunakan untuk melaut saat subuh hingga menjelang sore menggunakan alat tangkap tasi dan kail umpan.
Tipe kedua disebut parroppong, bentuknya lebih besar dari pangoli yang bisa menampung empat awak. Jenis ini digunakan melaut selama 3-7 hari.
Tipe ketiga, pallarung, mampu menampung hingga enam awak dan bisa digunakan untuk melaut selama 30 hari. Sedangkan tipe terakhir, potangga, digunakan untuk menangkap ikan terbang dengan target utama telurnya.
Editor: Rizky Agustian