JAKARTA, iNews.id - Warga Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar) diminta agar tidak percaya dengan munculnya ramalan terkait gempa Magnitudo 6,0. Ramalan itu muncul setelah wilayah itu digoyang gempa M5,8 pada Rabu (8/6/2022).
"Kepada saudara-saudara saya di Mamuju dan sekitarnya, mohon dengan sangat jangan pernah percaya ramalan gempa yang akan terjadi di Mamuju sekitar M6,0," kata tulis Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG Daryono lewat akun Twitternya, Kamis (9/6/2022).
BMKG: 4 Gempa Susulan Terjadi Pascagempa M 5,8 di Mamuju
Daryono menambahkan, hingga saat ini belum ada ilmu yang mampu meprediksi secara akurat kapan terjadi hempa.
"Jangan pernah percaya dengan peramal gempa. Hingga saat ini belum ada sains dan teknologi yang mampu meprediksi dengan akurat kapan gempa akan terjadi," katanya.
TGB Ajak Ratusan Mahasiswa IAIN Palopo Doakan Korban Gempa Mamuju
Dia menambahkan, empat gempa susulan terjadi pascagempa berkekuatan Magnitudo 5,8 di Kabupaten Mamuju. Gempa susulan terbaru terjadi pada Kamis dini hari (9/6/2022) dengan kekuatan M 4,2.
"Hasil monitoring BMKG hingga pagi ini Kamis 9 Juni 2022, gempa susulan (aftershocks) Mamuju M5,8 telah terjadi empat kali," kata dia.
Gempa M 5,8 Guncang Mamuju, Warga Trauma Pilih Mengungsi hingga Picu Kemacetan
Sebelumnya, gempa berkekuatan Magnitudo 5,8 mengguncang Mamuju, Sulbar, Rabu (8/6/2022). Gempa terjadi pukul 12.32 WIB.
Menurut analisis BMKG, episenter gempa bumi berlokasi di titik koordinat 2,74 Lintang Selatan (LS) dan 118,54 Bujur Timur (BT).
Pascagempa Magnitudo 5,8, Warga Ramai-Ramai Tinggalkan Kota Mamuju
Pusat gempa berada di 43 Km barat daya Mamuju dengan km barat laut Pegunungan Arfak. Sementara kedalaman gempa berada di 10 Km.
Gempa ini terjadi akibat akitivitas sesar aktif di lepas Pantai Mamuju, Sulbar. Gempa ini berjenis gempa bumi dangkal.
Warga memilih mengungsi ke sejumlah lokasi yang dianggap aman dan menjahui kawasan pantai. Kepanikan warga bertambah setelah mendengar air laut naik dan khawatir terjadi tsunami serta gempa susulan seperti dua tahun lalu.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto