Kesultanan Buton, Kerajaan di Sultra yang Pemimpinnya Dukung Ganjar Pranowo
JAKARTA, iNews.id- Kesultanan Buton, merupakan entitas bersejarah yang kaya budaya di Sulawesi Tenggara (Sultra). Belakangan ini menjadi sorotan karena dukungan yang diberikan oleh Sultannya kepada Calon Presiden (Capres) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo.
Sultan ke-40 dari Kesultanan Buton, YM La Ode Muhammad Izzat Manarfa memberikan dukungannya yang luar biasa tersebut karena Ganjar Pranowo dinilai sebagai pemimpin yang telah memperlihatkan kepeduliannya terhadap rakyat Buton dan produk dalam negeri.
Mantan Gubernur Jawa Tengah dua periode itu, dikenal sebagai pemimpin yang aktif mendorong penggunaan produk dalam negeri untuk meningkatkan industri dan ekonomi daerahnya.
Salah satu contohnya, yaitu penggunaan aspal Buton untuk membangun jalan di Jawa Tengah. Sultan Izzat merasa terharu karena Ganjar mengapresiasi dan mempromosikan produk aspal Buton untuk digunakan di seluruh Nusantara.
"Saya apresiasi sama Pak Ganjar karena Pak Ganjar satu-satunya yang perhatian kepada Buton," ujar Sultan Izzat.
Sultan Izzat menganggap Ganjar Pranowo sebagai sosok pemimpin yang nasionalis, intelektual, inspiratif dan berkualitas. Dia yakin, Ganjar Pranowo merupakan tokoh yang sangat berguna bagi Indonesia.
Ganjar juga dinilai telah berperan dalam melestarikan seni, budaya, adat istiadat, dan mendukung potensi ekonomi lokal. Sultan Izzat Manarfa sangat menghormati sikap nasionalisme Ganjar Pranowo dan melihat upayanya dalam mendorong penggunaan aspal Buton sebagai bukti bahwa produk dalam negeri memiliki kualitas yang layak dan bisa bersaing di tingkat nasional.
Menurut Sultan Izzat, Ganjar Pranowo merupakan sosok yang inspiratif dan bisa memberikan manfaat besar bagi Nusantara. Kembali lagi dengan Kesultanan Buton, tentu saja mengundang penasaran dengan kerajaan yang berada di Sulawesi Tenggara ini.
Oleh karena itu, kami siapkan dari pembaca seputar sejarah dari Kesultanan Buton yang dikumpulkan dari berbagai sumber.
Kesultanan Buton merupakan kerajaan yang berlokasi di Kepulauan Buton, yang terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Kesultanan ini dulunya kerajaan bernama Kerajaan Buton sebelum berubah menjadi bentuk kesultanan yang terletak di bagian tenggara Pulau Sulawesi.
Kerajaan Buton bermula pada 1332 M dan memiliki sejarah yang kaya dengan berbagai pengaruh budaya dari berbagai suku dan bangsa, termasuk pengaruh dari Sriwijaya, Cina, Majapahit dan lainnya.
Pada awalnya, Kerajaan Buton dipimpin oleh Ratu Wa Kaa Kaa, yang kemudian diikuti oleh sejumlah raja perempuan seperti Ratu Bulawambona. Setelah itu, pemerintahan kerajaan berlanjut dengan raja-raja laki-laki seperti Raja Bataraguru, Raja Tuarade, Raja Rajamulae dan terakhir Raja Murhum.
Pada masa pemerintahan Raja Murhum, Kerajaan Buton memeluk agama Islam dan Raja Murhum bergelar Sultan Murhum. Sejarah kedatangan Islam di Buton memiliki berbagai versi, tetapi yang umumnya diterima, bahwa Islam pertama kali sampai di Buton melalui kedatangan Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani, yang datang dari Johor pada tahun 948 H/1538 M. Dia mengislamkan Raja Buton yang ke-6 dan kemudian Raja tersebut menjadi Sultan Buton pertama.
Sistem pemerintahan di Kesultanan Buton unik. Mereka mengadopsi sistem pemerintahan berdasarkan "Martabat Tujuh," yang mengatur struktur pemerintahan pusat, pemerintahan wilayah, dan pemerintahan barata (daerah khusus).
Sultan merupakan pemimpin tertinggi dan memiliki peran eksekutif dan yudikatif. Dewan kabinet yang disebut Pasopitumatana membantu Sultan dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan.
Kesultanan Buton juga memiliki sistem legislasi yang terdiri dari Majelis Sara Buton, yang dibagi menjadi tiga fraksi: fraksi rakyat, fraksi pemerintahan, dan fraksi agama. Sistem ini mencerminkan prinsip demokrasi dalam pengambilan keputusan di kesultanan.
Ekonomi Kesultanan Buton juga berkembang dengan baik, terutama dalam perdagangan rempah-rempah dan hasil bumi lainnya. Mereka menggunakan alat tukar yang disebut Kampua, yang terbuat dari kain tenun. Pajak juga diterapkan di wilayah kesultanan.
Kesultanan Buton juga memiliki sistem hukum yang tegas dan adil, yang berlaku sama bagi semua warga, termasuk para pejabat pemerintahan. Hukuman tegas, bahkan hukuman mati, diberikan kepada mereka yang melanggar sumpah jabatan.
Masyarakat Buton terdiri dari berbagai suku dan etnik, yang dapat hidup bersatu dalam kesultanan ini. Mereka memiliki bahasa dan budaya yang beragam, tetapi berhasil bersatu dalam sistem pemerintahan yang adil dan berdasarkan musyawarah.
Kesultanan Buton juga memiliki sistem pertahanan yang kuat, yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan dan pertahanan kesultanan. Mereka memiliki falsafah perjuangan yang menekankan pengorbanan demi keselamatan diri, negeri, agama, dan pemerintah.
Kerajaan yang berada di Buton ini memiliki warisan budaya yang kaya, termasuk gamelan yang mirip dengan gamelan Jawa, serta berbagai bahasa dan tradisi suku yang berbeda. Kesultanan ini juga dikenal dengan struktur pemerintahan yang unik dan prinsip demokrasi yang dijalankan dalam pengambilan keputusan.
Demikian sejarah seputar Kesultanan Buton, kerajaan di Sulawesi Tenggara yang sultan-nya turut mendukung Ganjar Pranowo. Semoga bermanfaat.
Editor: Kurnia Illahi