JAKARTA, iNews.id - Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim dan Budaya Berkelanjutan (PR ALMBB) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Retno Handini meneliti kekayaan peninggalan prasejarah Austronesia dan budaya berkelanjutan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT). Hasil penelitian menyimpulkan, Pulau Sumba sudah dihuni manusia setidaknya sejak 2.800 tahun lalu dengan pertanggalan tertua di Situs Melolo.
Dalam penelitiannya, berfokus pada tiga dari empat situs di Pulau Sumba yang dijadikan lokasi penelitian, yaitu Situs Lambanapu, Mborombaku dan Melolo.
Retno mengatakan, ada sebanyak 26 kerangka individu berusia ratusan ribu tahun silam (purba) ditemukan di Pulau Sumba, NTT. Kerangka purbakala tersebut ditemukan tim dari BRIN setelah eskavasi atau penggalian di Situs Melolo.
"Ditemukan 26 kerangka individu yang berusia ratusan ribu tahun dan benda-benda kuno berbentuk kendi yang diukir," ujar Retno Handini dalam talkshow 'Prasejarah Austronesia di Sumba dan Budaya Berkelanjutan' dikutip dari laman BRIN, Kamis (11/7/2024).
Sementara ekskavasi Lambanapu yang dilakukan pada 2015 sampai 2016 menemukan kuburan leluhur Suku Sumba berupa 52 makam leluhur dan 58 kuburan tanpa wadah makam. Situs Lambanapu ini dihuni sekitar 2.600 tahun lalu dan Situs Mborombaku relatif lebih muda sekitar 1300 BP.
“Di sini juga ditemukan benda-benda peninggalan seperti cincin, mutiara dan benda-benda berbentuk seperti kendi dari tanah liat yang ada hiasan atau ukirannya,” kata Retno.
Kemudian pada area Situs Mborombaku, ditemukan sebuah lokasi dekat Sungai Kadahang, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur yang diperkirakan sebagai tempat leluhur Sumba pertama kali mendarat.
“Kami menemukan juga peninggalan benda kuno berupa keramik seladon fujian Dinasti Yuan pada abad ke-13,” ucapnya.
Terkait budaya berkelanjutan di Sumba yang masih bertahan hingga saat ini, Retno merinci di antaranya kubur batu (reti), sirih pinang, katoda, rumah adat, ritual tengi watu (tarik batu), ritual hamayang dan ritual kematian.
“Tradisi budaya yang masih bertahan dan berkelanjutan di Sumba dikuatkan oleh kepercayaan asli mereka (Marapu) yang sangat menghormati leluhur dan mempertahankan ajaran nenek moyang dalam keseharian hidup sampai saat ini,” ujarnya.
Kepala Pusat Riset ALMBB BRIN Marlon Ririmase mengatakan, prasejarah Austronesia merupakan salah satu bagian fundamental dalam riset arkeologi. Terutama, terkait asal-usul masyarakat dan budaya Nusantara.
“Ini menjadi variabel penting dalam keragaman budaya masyarakat tradisional Indonesia,” ungkap Marlon.
Menurutnya, ada relasi erat antara migrasi penutur Bahasa Austronesia dalam kaitan dengan kawasan sekitar yang terkait dengan pengetahuan dan tradisi maritim dan teknologi bahari tradisional masyarakat Indonesia.
“Hal seperti ini belum banyak muncul dalam temuan-temuan arkeologi di wilayah Sumba. Tetapi ini menjadi salah satu prospek dalam riset-riset ke depan yang bisa ditindaklanjuti”, katanya.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait