LEBAK, iNews.id - Sebanyak 4.694 kasus Tuberculosis (TBC) ditemukan sepanjang tahun 2025 di Kabupaten Lebak, Banten. Data ini berdasarkan pendataan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Lebak yang mencatat 63 penderita meninggal dunia akibat keterlambatan penanganan dan ketidakpatuhan menjalani pengobatan.
Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Lebak Rochmat Pudjiharjo mengatakan, angka penemuan kasus meningkat karena kerja aktif tim puskesmas (PKM) dan kader kesehatan di masyarakat.
“Ya, untuk penemuan TBC meningkat karena kerja tim PKM dan kader aktif di masyarakat. Kami juga terus menggandeng berbagai elemen masyarakat untuk sosialisasi TBC termasuk dengan tim penggerak PKK,” kata Rochmat dikutip dari iNews Lebak, Rabu (1/10/2025).
Dari total kasus tersebut, 711 pasien merupakan anak-anak. Kondisi ini disebut memprihatinkan karena keterlambatan diagnosis dan ketidakpatuhan minum obat berujung pada kasus kematian.
“Rata-rata pasien penderita TBC karena datang terlambat ke fasyankes sehingga telat dalam diagnosis. Biasanya mereka lebih dulu berobat ke alternatif. Selain itu setelah didiagnosis, pasien belum bersedia diobati, dan yang terakhir adalah pasien putus minum obat,” ujarnya.
Sebagai langkah penguatan, Pemerintah Kabupaten Lebak telah mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 27 Tahun 2025 tentang Penanggulangan TBC. Regulasi ini mengatur pembentukan kelembagaan penanggulangan TBC di tingkat kecamatan melalui tim percepatan, serta di tingkat desa dan kelurahan lewat program Desa/Kelurahan Siaga TBC.
Rochmat menegaskan, deteksi dini merupakan kunci penanganan TBC agar pasien cepat mendapat pengobatan. Selain itu, kontak serumah yang sehat juga mendapat perhatian khusus.
“Penemuan kasus TBC harus sedini mungkin agar cepat diobati. Untuk kontak serumah yang tidak sakit TBC mendapatkan terapi pencegahan. Artinya, yang sakit kita obati agar sembuh, dan yang tidak sakit tetap sehat dengan meminum TPT (Terapi Pencegahan TBC),” ucapnya.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait