MATARAM, iNews.id – Tak kurang dari 344 gempa bumi susulan terjadi di Lombok sejak Minggu (5/8/2018) lalu. 17 di antaranya bisa dirasakan manusia, sementara sisanya hanya mampu dirasakan oleh alat sensor gempa dan beberapa jenis hewan.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan secara ilmiah bagaimana proses gempa susulan terus terjadi. "Gempa di Lombok kali ini adalah siklus 200 tahunan dari patahan Flores, energi terkuat telah selesai," kata Dwikorita di Mataram, Lombok, Kamis (9/8/2018).
Dia menyebutkan titik gempa terkuat berada di Lombok Utara dan Lombok Timur, kemudian muncul titik di Mataram. Menurutnya, Pulau Lombok berdekatan dengan batu bumi yang patah dan disebut sebagai Sesar Flores.
“Bentang patah sesar Flores ini dari Bali hingga utara Laut Flores. Ketika patahan terjadi akan memunculkan energi yang sangat besar, patahan terbesar muncul pada 200 tahun silam dan kali ini pengulangan kembali,” ucap Dwikorita.
Energi tersebut keluar secara berangsur dengan dua kali energinya memiliki efek merusak di Lombok. Daya kekuatan energi tersebut akan terus berasa setelah titik puncaknya, yang biasa disebut gempa susulan.
Berdasarkan data dari BMKG, titik energi terbesar telah keluar pada Minggu (5/8/2018) yang menyebabkan getaran hingga 7.0 SR. Setelah kejadian energi besar tersebut, lazim masih menyisakan energi yang kecil, namun kecil kemungkinan untuk besar kembali.
"Justru akan sangat berbahaya jika setelah gempa besar terjadi namun tidak ada gempa susulan kecil setelahnya, berarti masih ada potensi energi besar," ucapnya.
Namun di Lombok, potensi energi besar tersebut telah terlewati. Seluruh masyarakat Lombok diperbolehkan untuk kembali ke rumah masing-masing. "Warga sudah boleh jika ingin kembali ke rumah, keadaan sudah berangsur aman," kata Dwikorita.
Dia menjelaskan, titik puncak getaran gempa dan potensi tsunami sudah terlewati. Sehingga yang muncul hanya getaran gempa susulan yang semakin mengecil.
Editor : Himas Puspito Putra
Artikel Terkait