BANGKA BELITUNG, iNews.id – Rekam jejak perjuangan dan kepahlawanan dua tokoh heroik dari Bangka Belitung, Depati Amir dan HAS Hanandjoeddin, dikupas dalam seminar bertajuk “Depati Amir dan HAS Hanandjoeddin, Rangkaian Perjalanan Pahlawan Nasional Bangka Belitung”. Seminar yang digelar Ikatan Karyawan Timah (IKT) di Graha Timah, Rabu (28/2/2018), ini dihadiri ratusan orang.
Menurut ketua panitia pelaksana yang juga Ketua Umum IKT Fauzi Trisana, seminar tentang kepahlawanan Depati Amir dan HAS Hahandjoeddin merupakan bagian dari upaya IKT untuk makin mengenalkan kedua tokoh tersebut ke khalayak. Selain itu, seminar juga untuk melengkapi persyaratan dalam pengusulan calon pahlawan nasional dari Provinsi Bangka Belitung.
“Hingga ulang tahunnya yang ke-17, Babel belum memiliki pahlawan nasional. Bahkan, Babel satu-satunya provinsi yang belum memiliki pahlawan nasional meski usaha pengusulan tersebut sudah pernah diupayakan sejak tahun 2004 oleh senior-senior kita,” ujar Fauzi di Bangka Belitung, dikutip Rabu, (28/2/2018).
Fauzi menuturkan, banyak harapan dilekatkan dari pelaksanaan seminar tentang kedua tokoh ini, di antaranya agar peserta dapat memahami pentingnya pahlawan daerah menjadi pahlawan nasional sebagai simpul pengikat persatuan bangsa. Selain itu, muncul kerja sama dari semua komponen masyarakat Bangka Belitung untuk bersama-sama memperjuangkan pahlawan daerahnya untuk menjadi pahlawan nasional.
“Semoga dari seminar ini kita akan mendapatkan data dan fakta sejarah yang lebih banyak lagi baik dari narasumber maupun dari peserta seminar lainnya sehingga persyaratan agar kedua tokoh ini dapat menjadi Pahlawan Nasional semakin cepat terwujud,” katanya.
Diabadikan
Nama Depati Amir dan HAS Hanandjoeddin sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Bangka Belitung. Nama mereka sudah diabadikan sebagai nama bandara udara, jalan, dan nama stadion. Dalam rekam jejak sejarahnya, Depati Amir merupakan anak dari Depati Bahrin. Depati Amir lahir di Mendar, Bangka pada 1805, meninggal di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada 28 September 1869.
Pada 1830 dia menjadi depati di daerah Jeruk, menggantikan sang ayah. Namun jabatan tersebut dilepaskan karena bersama sejumlah pengikutnya dia lebih memilih berjuang untuk menentukan nasib mereka sendiri ketimbang dikooptasi oleh Belanda.
Adapun HAS Hanandjoeddin adalah tokoh Angkatan Udara berpangkat kolonel yang menjabat sebagai Bupati Belitung periode 1967-1972. Dalam masa kepemimpinannya, oleh masyarakat HAS Hanandjoedin kerap dipanggil dengan sebutan "Pak Long”.
Dalam terminologi kultural "Urang Belitong", panggilan ini dapat diartikan juga sebagai representasi bentuk penghormatan, keakraban, kecintaan atau rasa senang terhadap seseorang. Kinerjanya yang cemerlang selama memimpin Belitung membuat masyarakat sangat menyayanginya. Karir terakhir Pak Long di militer sebelum ditunjuk sebagai Bupati Belitung adalah Komandan Kompi Pasgat di Pangkalan Udara Militer di Palembang.
Seminar tentang kepahlawanan Depati Amir dan HAS Hanandjoeddin mengundang tujuh narasumber berkompeten dalam ilmu kesejarahan. Mereka, yakni dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM sekaligus Guru Besar Luar Biasa Bidang Hubungan Sejarah Indonesia-Belanda Bambang Poerwanto, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dien Madjid, dan Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya UI Susanto Zuhdi. Selain itu, pakar hukum tata negara, politikus dan intelektual asal Bangka Belitung yang juga bergelar Datuk Maharajo Palinduang Yusril Ihza Mahendra.
Pembicara lain yang juga dihadirkan adalah Wakil Kepala Pusat Sejarah TNI Kolonel Sus TNI Sudarno, Rektor pertama UBB sekaligus adik pejuang revolusi Bangka Belitung Mayor Syafrie Rahman Prof Dr Bustami Rachman serta dosen sejarah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Johan Wahyudi.
Editor : Zen Teguh
Artikel Terkait