KUPANG, iNews.id - Sebanyak dua narapidana yang menderita penyakit kronis dari Lapas Kelas IIA Waingapu, Nusa Tenggara Timur (NTT) dibebaskan melalui kebijakan amnesti Presiden Prabowo Subianto berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2025. Selain itu, satu warga binaan dari Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang telah lebih dulu bebas melalui cuti bersyarat sehingga total tiga napi bebas dengan adanya amnesti.
Pembebasan ini diumumkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan NTT Ketut Akbar Herry Achjar, Senin (4/8/2025). Dia menegaskan, amnesti bukan hanya urusan hukum, melainkan bentuk nyata negara hadir menegakkan keadilan restoratif dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
“Amnesti ini bukan sekadar pembebasan hukum, tetapi peluang bagi warga binaan untuk memperbaiki hidup dan kembali ke masyarakat sebagai pribadi yang lebih baik,” ujar Ketut, Senin (4/8/2025).
Identitas kedua warga binaan dari Lapas Kelas IIA Waingapu yang mendapat amnesti berinisial MN. Dia divonis 3 tahun penjara dan diketahui menderita gagal ginjal kronis sehingga harus rutin menjalani cuci darah. Kemudian YP menjalani hukuman 5 tahun juga tengah dirawat intensif di RSUD Umbu Rara Meha Sumba Timur karena penyakit yang sama.
Keduanya dibebaskan setelah menjalani asesmen kesehatan dan dinyatakan memenuhi syarat amnesti berdasarkan kondisi medis yang berat dan risiko kesehatan yang tinggi.
Sementara itu, satu warga binaan lainnya berinisial MH dari Lapas Perempuan Kelas IIB Kupang, telah bebas lebih dulu melalui program cuti bersyarat (CB).
Kepala Lapas Waingapu, Gidion ISA Pally mengungkapkan, keputusan ini mencerminkan kepedulian pemerintah terhadap hak asasi manusia dalam sistem pemasyarakatan.
“Ini bukan hanya sekadar kebijakan hukum, tetapi juga bentuk dari rasa kepedulian negara kepada mereka yang sedang berjuang dengan kondisi kesehatan yang sangat berat,” kata Gidion.
Dia berharap dengan pembebasan ini, para warga binaan dapat melanjutkan pengobatan secara maksimal di luar Lapas, tanpa keterbatasan fasilitas medis.
Pemberian amnesti untuk narapidana dengan penyakit berat ini dilakukan melalui mekanisme pengajuan dari pihak Lapas, didukung oleh bukti medis lengkap. Langkah ini dinilai sebagai bentuk pendekatan humanis yang semakin diterapkan dalam sistem pemasyarakatan di Indonesia.
Kebijakan ini juga menjadi sinyal positif bahwa pemerintah tidak hanya fokus pada penegakan hukum, tetapi juga pada pemulihan dan reintegrasi sosial para warga binaan.
Editor : Donald Karouw
Artikel Terkait